LASKAR PELANGI
Karya Andrea Hirata
Karya Andrea Hirata
Cerita ini berlatar belakang di sebuah komunitas paling miskin di Belitong Timur, Sumatera Selatan, yaitu di Desa Gantung. Diawali dengan 10 orang anak yang mulai masuk sekolah di SD Muhammadiyah, sekolah kampong paling miskin di Belitong. Sepuluh orang anak itu adalah Ikal, Lintang, Trapani, Mahar, Sahara, A Kiong, Kucai, Syahdan, Borek, dan Harun, seorang anak berusia 15 tahun yang menderita keterbelakangan mental. Jika Harun tidak mendaftarkan diri ke sekolah itu sebagai murid yang ke sepuluh, maka sekolah itu akan ditutup karena muridnya kurang dari sepuluh orang. Jadi, Harunlah yang menyelamatkan SD Muhammadiyah tersebut. Sedangkan guru di sekolah ini ada dua, yaitu Bapak K.A. Harfan Efendy Noor, sang Kepala Sekolah, dan Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus, keponakan Pak Harfan.
Bangunan SD Muhammadiyah sudah doyong, seolah-olah akan roboh. Dengan lantai yang sebagian tanah, pintu-pintu yang tidak bisa dikunci, yang mana pada pagi hari dipakai untuk SD Muhammadiyah, sore untuk SMP Muhammadiyah. Tiang benderanya terbuat dari bamboo kuning, lonceng sekolahnya adalah besi bulat berlubang-lubang bekas tungku, dan papan nama sekolah tergantung miring di dekat lonceng.
Pak K.A. Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor atau Pak Harfan, berkumis tebal, cambangnya tersambung pada jenggot lebat berwarna kecoklatan yang kusam dan beruban. Beliau telah puluhan tahun mengabdi di sekolah Muhammadiyah nyaris tanpa imbalan apapun demi motif syiar agama Islam. Pak Harfan adalah tipikal “guru” yang sesungguhnya, yang tak hanya mentransfer pelajaran, tapi juga secara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya. N.A. Muslimah Hafsari binti K.A. Abdul Hamid atau Ibu Mus, satu-satunya guru di sekolah itu. Ia anak dari Da’i K.A. Abdul Hamid, pelopor sekolah Muhammadiyah di Belitong. Beliau sendiri yang mengajar semua pelajaran di sana.
Di kampong itu, sekitar sepertiga dari total populasi adalah orang Tionghoa. Di sana berdiri tembok tinggi yang panjangnya kiloan meter. Di balik tembok ada kawasan eksklusif yang disebut Gedong. Di sana berdiri sekolah-sekolah PN Timah, juga tempat tinggal dari petinggi PN Timah, yang disebut “orang staff” atau “orang setap” dalam dialek local. Kawasan itu sangat tertutup, pintu masuknya hanya satu, yang dijaga oleh para Polsus (Polisi Khusus) Timah. Sangat terlihat diskriminasi di sini antara kehidupan di dalam dan di luar tembok.
Sebetulnya kampung itu adalah kampung terkaya di Indonesia karena timahnya yang melimpah. Namun, kekayaan itu dikuasai oleh orang-orang staf PN dan para cukong swasta. Sebagian besar masyarakat kampung di luar tembok adalah orang-orang miskin yang bekerja menjadi kuli di PN tersebut.
Center of excellence atau tempat bagi semua hal yang terbaik di sana adalah sekolah PN Timah, yang terdiri dari TK, SD, SMP. Sekolah-sekolah tersebut didesain dengan arsitektur yang indah. Di dalam tiap kelasnya terdapat fasilitas yang modern dan lengkap. Sekolah ini sering mengharumkan nama Belitong dalam lomba kecerdasan, bahkan sampai tingkat nasional. Hanya anak-anak yang orangtuanya menjadi pegawai PN Timah yang bisa bersekolah di sini. Kepala sekolahnya bernama Ibu Frischa, orang yang sangat tegas.
Berbanding terbalik dengan SD Muhammadiyah. Sekolah yang mengandalkan uluran tangan donator ini sangat miskin. Namun dari sanalah cerita dimulai tentang sepuluh anak, yaitu Ikal, Lintang, Trapani, Mahar, Sahara, A Kiong, Kucai, Syahdan, Borek, dan Harun, yang dinamakan Laskar Pelangi oleh Bu Muslimah, karena kesukaan mereka akan pelangi. Mulai dari penempatan tempat duduk, perkenalan mereka yang luar biasa dimana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan nama mereka oleh guru mereka, Bu Muslimah, kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa dari seorang anak bernama Lintang.
Lintang salah satu anak nelayan yang sangat miskin. Setiap hari Lintang mengayuh sepeda sejauh 40 km jarak dari rumahnya menuju ke sekolah. Rumah Lintang berada di Desa Tanjung Kelumpang, yaitu desa yang letaknya sangat jauh di tepi laut. Setiap hari Lintang melewati kawasan pohon nipah yang tempatnya lumayan seram. Tidak jarang ada buaya yang sangat besar melewati kawasan tersebut. Walaupun begitu, Lintang tetap rajin dan bersemangat berangkat ke sekolah dan tidak pernah bolos unuk ke sekolah dan bertemu dengan Bu Muslimah, guru yang penuh kasih sayang namun dengan penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya.
Laskar Pelangi, sebuah nama yang diberikan kepada anak-anak itu oleh Bu Muslimah karena kesenangan mereka terhadap pelangi. Saat musim hujan mereka selalu melakukan ritual melihat pelangi pada sore hari dengan bertengger pada dahan-dahan pohon filicium yang ada di depan kelas mereka.
Saat susah maupun senang mereka lalui di dalam kelas, yang menurut cerita pada malam harinya kelas tersebut dipakai sebagai kandang bagi hewan ternak. Di SD Muhammadiyah itulah Ikal dan kawan-kawan memiliki segudang kenangan yang menarik. Seperti saat kisah percintaan antara Ikal dan A Ling. Awalnya Ikal disuruh oleh Bu Muslimah untuk membeli kapur di toko milik keluarga A Ling. Ikal jatuh cinta pada kuku A Ling yang indah. Ia tidak pernah menjumpai kuku seindah itu. Kemudian ia tahu bahwa pemilik kuku yang indah tersebut adalah A Ling. Ikalpun jatuh cinta pada A Ling. Namun pertemuan mereka harus diakhiri karena A Ling pindah untuk menemani bibinya yang sendiri.
Kejadian tentang Mahar yang akhirnya menemukan ide untuk perlombaan semacam karnaval. Mahar menemukan sebuah ide untk menari dalam acara tersebut. Mereka, para Laskar Pelangi menari seperti orang kesetanan. Hal tersebut dikarenakan kalung yang mereka kenakan dari buah langkah dan hanya ada di Belitong, merupakan tanaman yang membuat seluruh badan gatal. Akhirnya mereka pun menari layaknya orang yang tengah kesurupan. Namun, berkat semua itu akhirnya SD Muhammadiyah dapat memenangkan perlombaan tersebut.
Pada suatu ketika, datanglah seorang anak perempuan yang bernama Flo, anak kaya pindahan dari sekolah PN Timah. Ia masuk dalam kehidupan Laskar Pelangi. Sejak kedatangan Flo di SD Muhammadiyah, ia membawa pengaruh negatif bagi teman-temannya, terutama Mahar. Nilai Mahar sering kali jelek, sehingga Bu Muslimah malu dan kecewa pada Mahar.
Hari-hari mereka selalu dihiasi dengan canda dan tawa maupun tangisan. Namun di balik semua keceriaan mereka, ada seorang murid bernama Lintang yang perjuangannya terhadap pendidikannya perlu diacungi jempol. Ia rela menempuh jarak 80 km pulang pergi dari rumah agar bisa belajar di sekolah. Ia tidak pernah mengeluh. Lintang adalah salah satu murid yang paling cerdas. Terbukti saat Ikal, Lintang, dan Sahara mengikuti lomba cerdas cermat dan berhasil mengalahkan Drs. Zulfikar. Lintang dan kawan-kawan membuktikan bahwa bukan karena fasilitas yang menunjang yang dapat membuat sukses dan berhasil. Tapi kemauan dan kerja keraslah yang akan mengabulkan semua impian. Namun, semua kisah indah Laskar Pelangi harus diakhiri dengan perpisahan Lintang yang sangat cerdas dan jenius itu. Setelah perlombaan tersebut, Lintang tidak masuk sekolah, dan akhirnya kawan-kawan dan Bu Muslimah mendapat surat dari Lintang bahwa ia tidak dapat melanjutkan sekolah karena ayahnya meninggal dunia. Tentu saja hal tersebut menjadi kesedihan yang mendalam bagi anggota Laskar Pelangi. Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar dari sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga. Justru di sekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengeksploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun di awal tahun 90-an sekolah Muhammadiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa lagi membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup di hati para Laskar Pelangi. Akhirnya ke dua guru itu bisa berbangga karena di antara sebelas orang anggota Laskar Pelangi sekarang, ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi Research and Development Manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan beasiswa internasional kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat With Distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu merupakan buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan, kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling selatan Sumatera sana. Di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, dan keterbatasan bukanlah kendala untuk maju. Cerita Laskar Pelangi ini memberitahu kita bahwa guru adalah benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar